JAKARTA- Dalam sidang MPR Tahun 2018, Presiden Joko Widodo mengungkapkan masih banyaknya masyarakat yang keliru dalam memahami pembangunan insfrastruktur yang menjadi fokus pembenahan pemerintahannya.
Menurutnya, pembangunan infrastruktur yang digalakkan pemerintah sejatinya bukanlah membangun saran fisik semata, tetapi jauh lebih penting dari itu adalah pemerintah sedang berupaya membangun peradaban rakyat Indonesia.
“Padahal sesungguhnya kita sedang membangun peradaban, membangun konektivitas budaya, membangun
infrastruktur budaya baru,” tegas Presiden Jokowi dihadapan peserta sidang yang terdiri dari anggota DPR dan DPD RI dalam sidang Tahunan MPR di Ruang Utama Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/8).
Presiden Jokowi didampingi Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, Ibu Negara Iriana Joko Widodo dan Ibu Mufidah Jusuf Kalla. Selain itu hadir sejumlah tamu undangan antara lain Preisden RI ke-2 BJ Habibaie, Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, Wapres ke-6 Try Sutrisno, Wapres ke-9 Hamzah Haz, Wapres Isteri Presiden RI ke4 abdurrahman Wahid (Gus Dur) Sinta Nuriyah, Ketua MA, Ketua MK, Ketua KY, Ketua BPK, menteri-menteri Kabient Jokowi-JK dan tamu undangan lainnya.
Kepala Negara menjelaskan percepatan pembangunan infrastruktur bukan hanya dimaksud untuk mengejar ketertinggalan Indonesia dalam pembangunan infrastruktur dibanding dengan negara lain, melainkan juga menumbuhkan sentra-sentra ekonomi baru yang mampu memberikan nilai tambah bagi daerah-daerah di seluruh penjuru tanah air.
“Itulah sebabnya infrastruktur tidak hanya dibangun di Jawa, tapi di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara, sampai Tanah Papua karena, sebagai bangsa yang
majemuk, kita ingin tumbuh bersama, sejahtera
bersama, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas
sampai Pulau Rote,” sebut Jokowi.
Selain membangun infrastruktur, pemerintah juga tidak melupakan pembangunan mental dan karakter bangsa. Menurutnya, ketika pemerintah membangun infrastruktur fisik seperti jalan tol, bandara, dan juga MRT, LRT, kebanyakan dilihat hanya dari sisi fisiknya saja.
“Pembangunan infrastruktur fisik harus dilihat sebagai cara untuk mempersatukan kita, mempercepat konektivitas budaya yang bisa mempertemukan berbagai budaya yang berbeda di seluruh Nusantara,” ingatnya.
Dengan demikian, dengan terbangunannya infrastruktur maka akan mengubah peradaban kehidupan bangsa Indonesia.
“Orang Aceh bisa mudah terhubung dengan orang Papua, orang Rote bisa terhubung dengan saudara-saudara kita di Miangas, sehingga bisa semakin merasakan bahwa kita satu bangsa, satu tanah air,” tegasnya. (har)