JAKARTA, SUARAINVESTOR.COM – Banyaknya masyarakat yang terjerat pinjaman online (pinjol) bahkan ada yang bunuh diri akibat tidak mampu menghadapi ancaman dan teror dari rentenir tersebut, DPR minta pemerintah baik Bank Indonesia (BI) kerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa memberikan alternatif pinjamam bagi rakyat miskin dengan syarat mudah, cepat, dan bunga yang rendah.
“Mayoritas yang terjerat pinjol itu rakyat miskin, karena miskin literasi soal keuangan maka mereka tidak lagi berpikir panjang soal kemampuan membayar bunganya, resikonya dan lainnya. Yang penting mudah dan cepat,” tegas anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno kepada wartawan usai diskusi bertajuk “Berantas Pinjol Ilegal, Seberapa Kuat Aturan OJK?” bersama Jubir OJK Sekar Putih Djarot dan pengamat ekonomi Indef Nailul Huda di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (19/10/2021).
Lebih lanjut Hendrawan mengusulkan dalam kondisi ekonomi susah dan rakyat mudah terjebak pinjol tersebut pemerintah melalui BI, OJK dan perbankan pemerintah perlu memberikan alternatif pinjaman yang juga mudah, cepat, digitalisasi, serta menyosialisasikannya terkait resiko pinjol tersebut. Baik yang legal maupun yang ilegal, agar masyarakat punya pilihan.
Menurut Hendrawan kantor pinjaman alternatif tersebut bisa didirikan di sentra-sentra pasar tradisional, pertanian, nelayan dan sebagainya. Terutama ibu-ibu di daerah kabupaten yang menggunakan uang pinjol tersebut untuk hal-hal konsumtif, bukan produktif, sehingga berat bagi mereka ini untuk membayarnya kembali. “Jadi, pinjol legal oleh BI dan OJK itu akan menjadi alternatif rakyat,” ujarnya.
Sekar Putih menjelaskan kenapa bunga pinjol ilegal ini lebih mahal dari perbankan maupun pinjol yang legal, hal itu karena tak ada yang menjamin uang dari pinjol tersebut kecuali dari pemilik pinjol itu sendiri. “Beda halnya dengan perbankan atau pinjol legal yang dananya dijamin oleh negara atau swasta,” ungkapnya.
Yang pasti kata Sekar, pinjol yang legal dan melanggar aturan dan represif intimidatif, itu pasti dicabut izinnya, dan untuk yang ilegal itu aparat penegak hukum yang harus menindak. “Kami minta masyarakat mengukur kemampuan pembayaran bunganya dan harus digunakan untuk hal-hal yang produktif,” tambahnya.
Menurut Nailul Huda banyaknya masyarakat yang terjebak pinjol ilegal itu akibat rendahnya literasi, pengetahuan akan resiko pinjol tersebut. Dengan digitalisasi yang mudah, cepat, tanpa jaminan, dan syarat yang tidak berbelit-belit maka mereka lebih memilih pinjol ilegal ini. “Celakanya lagi digunakan untuk konsumtif, maka kerjasama BI dan OJK akan mampu mengatasi ini dengan dukungan regulasi oleh DPR RI,” tambahnya.
Selain itu kata Nailul, pentingnya perlindungan data pribadi (PDP) yang sampai saat ini belum rampung. “Saat ini banyak penyalahgunaan data pribadi itu untuk pinjam uang dan lain-lain. Misalnya, kita tak pernah pinjang, tapi tiba-tiba ada yang tagih utang ke rumah. Sehingga RUU PDP itu harus segera disahkan,” katanya.
Penulis: Arpaso
Editor : Budiono