JAKARTA,SUARAINVRSTOR.COM – Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kesehatan menuai kritik masyarakat dari hampir semua kalangan. Bagaimana tidak, PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 tentang Kesehatan itu mencakup beberapa program kesehatan termasuk kesehatan sistem reproduksi. Namun, terdapat pasal yang sangat bias dan berpotensi menimbulkan penafsiran hukum liar.
Misalnya, Pasal 103 mengenai upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja pada Ayat (4) butir “e” menyebutkan tentang penyediaan alat kontrasepsi. “Klausul utuh dalam satu pasal ini dapat menimbulkan anggapan masyarakat, bahwa alih-alih ingin meng-eliminasi penyebaran HiV Aids, Pemerintah malah melegitimasi hubungan seksual (seks bebas) pada anak usia sekolah dan remaja,” tegas Sudarto, Ketua LP Ma’arif NU DKI Jakarta, pada Selasa (6/8/2024).
Terlebih lagi lanjut Sudarto, berdasarkan isi dari dokumen PP tersebut, bagian “penyediaan alat kontrasepsi” dalam konteks usia sekolah dan remaja tidak dijelaskan lebih lanjut. Karena itu, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) DKI Jakarta, meminta Pemerintah mervisi beberapa klausul pasal yang bias dan liar tersebut.
Menurut Bendahara Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Keluarga (IKA) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) ini, hal itu tidak hanya pada pasal 103 (2) e, pihaknya dari LP Ma’arif NU DKI Jakarta juga keberatan dengan klausul pasal di 104 (2) b, tentang memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi dalam “perilaku seksual yang sehat, aman dan bertanggung jawab”. “Klausul ini juga harus dipertegas makna seksual yang sehat itu ditujukan kepada siapa?” tanya Sudarto.
Kalaupun dalih pemerintah seperti itu semua dan ditujukan kepada remaja yang sudah menikah menurut dia, maka klausul pada pasal tersebut harus dipertegas. Atau bahkan dihilangkan. Sebagaimana PP Kesehatan yang sudah ada sebelumnya, PP Nomor 61 Tahun 2014 mengenai Kesehatan Reproduksi juga mengatur pelayanan kesehatan reproduksi remaja di Pasal 11 dan Pasal 12. Tapi, tidak ada yang menyebutkan penyediaan pelayanan kontrasepsi terhadap remaja.
“Mengingat negara ini menganut dan memegang nilai-nilai agama yang kuat dan budaya ketimuran yang mengakar sejak lama, maka seyogyanya pemerintah harus lebih hati-hati dalam merancang sebuah Peraturan Pemerintah (PP), agar maksud dan tujuan yang baik, tidak terhambat dan diprotes masyarakat hanya karena salah dalam merumuskan klausul pasal pada peraturan itu sendiri,” pungkasnya.
Penulis: M Arpas
Editor: Kamsari