Nasional

Perjuangan Pegiat Literasi: Ada yang Gunakan Perahu, Bemo sampai Harus Berkuda

Perjuangan Pegiat Literasi: Ada yang Gunakan Perahu, Bemo sampai Harus Berkuda

JAKARTA- Ada kisah menarik yang diceritakan para pegiat literasi untuk menumbuhkembangkan minat baca masyarakat terutama anak-anak. Caranya beragam ada yang menggunakan perahu, bemo, hingga menggunakan Kuda untuk membagikan buku-buku kepada masyarakat karena karakteristik masyarakat dan medan yang dilalui berbeda-beda.

Cerita lucu, sedih, prihatin dan beragam cerirta yang disampaikan nebjadi satu cerita yang cukup menguras rasa haru, bangga dan memotivasi bagi siapapun yang mendengarnya.

Dalam acara pertemuan itu, turut dihadirkan di halaman Istana Negara kendaraan-kendaraan yang telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga mampu menjadi sebuah perpustakaan keliling yang menjajakan buku-buku untuk dapat dibaca anak-anak. Presiden Jokowi sendiri terkesan dengan kreativitas yang ditunjukkan para pegiat itu.

Menurut Presiden Jokowi, kisah para pegiat literasi dapat menjadi sebuah inspirasi bagi pegiat-pegiat lainnya untuk menumbuhkembangkan minat baca masyarakat terutama anak-anak.

Jokowi mengaku kagum dengan gerakan para pegiat literasi atas upaya-upaya yang mereka lakukan untuk menumbuhkan minat baca anak-anak Indonesia.

“Senang sekali, berbahagia sekali, pada siang hari ini saya bisa bertemu dengan Bapak/Ibu, dengan saudara-saudara sekalian yang saya sudah mendengar beberapa kisah perjuangan semuanya terutama dalam mendorong, membuat masyarakat kita menjadi lebih pintar, lebih cerdas, dan lebih terbuka wawasannya dengan cara-cara memberikan bacaan, membaca buku. Saya kira ini sebuah kegiatan yang memang di tempat mana pun sangat diperlukan oleh anak-anak kita,” kata Presiden Jokowi.

Misbach Surbakti, seorang guru SMP asal Manokwari menceritakan pengalamannya mengapa ia menjadi pegiat literasi. Bermula dari kemampuan membaca yang sangat rendah dari siswa baru SMP, Misbach mengajak guru-guru untuk keluar masuk kampung dengan membawa buku di dalam noken (kantung).

“Harapannya membawa dampak pada anak-anak. Tanpa maksud mengajari dan menyalahkan siapapun. Sebab kalau hanya mencari siapa yang salah seperti mengurai benang kusut yang sudah puluhan tahun,” ucap Misbach.

Upaya yang dilakukannya adalah mendekati anak-anak di tempat bermainnya agar mereka mau masuk ke perpustakaan. Kini perpustakaan keliling Misbach telah memiliki 3000 buku. “Melayani lima distrik dengan berbagai moda angkutan dengan noken dan motor, perahu, kuda,” ujar Misbach.

Kisah berbeda diceritakan Ridwan Sururi, seorang pegiat literasi yang menggunakan sarana Kuda di Gunung Slamet karena rute yang dilaluinya menanjak. Semula Ridwan hanya memiliki 30 buku, kini 150-200 buku.

Saat ini terdapat lima kuda, namun kuda-kuda itu hanya titipan dan yang dapat digunakan untuk operasional hanya tiga kuda.

“Kalau pagi saya mengurus kuda dan ngarit (rumput). Siangnya baru ngiter kampung dan ke tempat-tempat pengajian anak-anak,” ucap Ridwan.(har/TKP)

Print Friendly, PDF & Email

BERITA POPULER

To Top